Keutamaan Ibadah Puasa
KEUTAMAAN IBADAH PUASA
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala Yang Maha Santun, Pemberi karunia, Yang Maha Kaya, Maha Kuat, Maha Mulia, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, al-Awwal,Yang telah ada sebelum segala sesuatu, al-Akhir, Yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, azh-Zhahir Yang tidak ada sesuatu pun di atasNya, al-Bathin Yang tidak ada sesuatupun yang menghalangi-Nya, Yang pengetahuan-Nya meliputi apa yang akan terjadi dan yang telah terjadi, yang memuliakan dan menghinakan, melakukan apa yang Dia kehendaki dengan hikmah-Nya, setiap hari Dia dalam urusan, menguatkan bumi dengan gunung-gunung di sisi-sisinya, Allah Subhanahu wa ta’alla mengirim awan yang berat dengan membawa air yang menghidupkan dan memutuskan kebinasaan kepada semua penghuninya, untuk membalas orang yang berbuat jahat dengan amal perbuatannya dan membalas orang-orang yang baik dengan kebaikan.
Saya memuji-Nya atas sifat kesempurnaan yang indah, bersyukur atas segala nikmat-Nya yang melimpah dan dengan syukur yang menambah pemberian dan karunia. Dan Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa ta’ala, tiada sekutu bagi-Nya, Raja Yang Maha Perkasa. Dan Saya bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi waa sallam adalah hamba dan rasul -Nya yang diutus kepada bangsa manusia dan jin. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi rahmat kepadanya, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan selama waktu masih berjalan.
Saudaraku, ketahuilah bahwa puasa adalah ibadah yang paling utama, banyak sekali riwayat yang menunjukkan keutamaannya dan berita tentang keutamaannya tersebar di antara manusia.
Di antara keutamaan puasa adalah sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala mewajibkannya kepada semua umat manusia:
قال الله تعالى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ [البقرة: 183]
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. [al-Baqarah/2:183]
Kalau bukan karena pahalanya yang sangat besar niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkannya kepada semua umat manusia.
Dan di antara keutamaan puasa di bulan Ramadhan adalah : Bahwa ia merupakan sebab ampunan dan penebus segala kesalahan. Dalam Shahihain, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) [متفق عليه]
“Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.” [1]
Maksudnya karena percaya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, ridha dengan kewajiban puasa yang ditentukan kepadanya, dan karena mengharapkan pahala-Nya. Tidak benci terhadap kewajiban-Nya dan tidak pula meragukan pahalanya. Maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni dosanya yang terdahulu.
Dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ) [رواه مسلم]
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at hingga Jum’at berikutnya merupakan penebus dosa yang ada di antaranya, apabila dijauhi dosa-dosa besar.”[2]
Dan di antara keutamaan puasa : Bahwa pahalanya tidak terkait bilangan tertentu, tetapi orang yang puasa diberikan pahalanya akan dibalas langsung oleh Allah Subhanahu wa ta’alla. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (قالَ اللَّهُ تعالى : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ له، إلَّا الصِّيَامَ؛ فإنَّه لي، وأَنَا أجْزِي به، والصِّيَامُ جُنَّةٌ، فإذَا كانَ يَوْمُ صَوْمِ أحَدِكُمْ فلا يَرْفُثْ ولَا يَصْخَبْ، فإنْ سَابَّهُ أحَدٌ أوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إنِّي صَائِمٌ. والذي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيَدِهِ، لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِن رِيحِ المِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إذَا أفْطَرَ فَرِحَ، وإذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بصَوْمِهِ. ) [متفق عليه]
‘Allah Subhanahu wa ta’alla berfirman: Setiap amal ibadah anak cucu Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka ia adalah untuk-Ku dan Aku yang membalasnya. Puasa merupakan perisai. Apabila salah seorang darimu berpuasa maka janganlah ia mengucap kata-kata kotor dan membuat gaduh. Maka jika seseorang mencelanya atau memusuhinya maka hendaklah ia berkata : Sesungguhnya saya puasa. Demi diri Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah Subhanahu wa ta’alla dari pada aroma minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: apabila ia berbuka, ia bahagia dengan berbukanya dan apabila ia bertemu Rabb-nya ia senang dengan puasanya.”[3]
Dan dalam riwayat Muslim:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (كلُّ عَمَل ابن آدم له يُضَاعَف، الحَسَنة بِعَشر أمْثَالها إلى سَبْعِمِئَة ضِعْف، قال الله تعالى: إلا الصَّوم فإنه لي وأنا أجْزِي به؛ يَدَع شَهَوته وطَعَامه من أجلي.) [رواه الترمذي]
“Setiap amal perbuatan manusia adalah untuk-Nya, kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Firman Allah Shubhanahu wa ta’alla: kecuali puasa maka ia untuk-Ku dan Aku yang membalasnya, dia meninggalkan syahwat dan makanan karena Aku.” [4]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa dari berbagai sisi:
Pertama: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menentukan puasa untuk diri-Nya dari semua amal ibadah. Hal itu dikarenakan begitu muliakannya di sisi-Nya dan nampak keikhlasan karena-Nya karena ia adalah rahasia di antara hamba dan Rabb-nya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka sesungguhnya orang yang puasa berada di tempat yang sunyi, bisa memakan yang diinginkanya namun ia tidak melakukannya. Karena ia mengetahui bahwa ia mempunyai Rabb yang melihatnya saat ia sendirian. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala mengharamkan hal itu, maka ia meninggalkannya karena takut terhadap siksa Allah Subhanahu wa ta’ala dan mengharapkan pahalanya, karena itulah Allah Subhanahu wa ta’ala membalas keikhlasan ini dan menentukan puasa hanya untuk -Nya di samping ibadah lainnya. Karena inilah, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi):
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِن أَجْلِي) [رواه مسلم والنسائي]
Ia meninggalkan syahwat dan makanannya karena Saya[5]
Faedah keutamaan ini nampak jelas di hari kiamat, seperti yang dikatakan Sufyan bin Uyainah rahimahullah: Apabila terjadi hari kiamat, Allah Subhanahu wa ta’ala menghisab hamba -Nya dan membayarkan semua kezalimannya yang diambil dari amal ibadahnya, hingga bila tidak tersisa lagi kecuali puasa, Allah Subhanahu wa ta’ala menanggung kezaliman yang masih tersisa dan memasukkanya ke surga dengan puasa.
Kedua: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam puasa: (Dan Aku membalas dengannya) maka Allah Subhanahu wa ta’ala menyandarkan balasan kepada Zat-Nya Yang Mulia, karena amal ibadah dilipat gandakan pahalanya dengan bilangan, satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat hingga mencapai tujuh ratus kali lipat, hingga kelipatan yang sangat banyak. Adapun puasa, Allah Subhanahu wa ta’ala menyandarkan balasannya kepada diri-Nya tanpa terbilang, dan Dia adalah yang paling pemurah dari semua yang pemurah. Dan pemberian itu menurut kadar dan kehendak-Nya, maka pahala orang yang puasa sangat besar tanpa terhitung. Puasa adalah sabar karena taat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sabar meninggalkan yang diharamkan Allah Subhanahu wa ta’ala, sabar terhadap ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala yang menyakitkan berupa lapar, haus, lemah badan dan jiwa. Tergabung padanya tiga jenis sabar dan terealisasi bahwa orang yang puasa termasuk orang-orang yang sabar. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
قال الله تعالى: اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ [الزمر: 10]
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.[az-Zumar/39:10]
Ketiga: Puasa merupakan perisai, maksudnya pemelihara dan penutup orang yang puasa dari perbuatan sia-sia. Karena itulah beliau bersabda: “Apabila salah seorang darimu berpuasa maka janganlah ia mengucap kata-kata kotor dan membuat gaduh. Dan menjaganya pula dari api neraka. Karena itulah imam Ahmad meriwayatkan dengan isnad yang hasan, dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لصيام جنة يَسْتَجِنُّ بها العبد من النار [رواه أحمد]
“Puasa adalah perisai yang hamba menjadikannya sebagai tameng dari api neraka.”[6]
Keempat: Sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala dari pada aroma minyak kesturi, karena ia berasal dari bekas puasa, maka ia lebih wangi di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Ini menunjukkan besarnya pahala puasa di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, sehingga sesuatu yang tidak disukai di sisi manusia menjadi dicintai dan wangi karena muncul dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan puasa.
Kelima: Sesungguhnya bagi yang berpuasa ada dua kebahagiaan : Kebahagiaan saat berbuka dan bahagia saat bertemu Rabb-nya. Adapun kebahagiaan saat berbuka, maka ia merasa bahagia dengan nikmat Allah Subhanahu wa ta’ala kepadanya berupa melaksanakan ibadah puasa yang merupakan ibadah paling utama, berapa banyak manusia yang tidak bisa melaksanakannya. Dan ia bahagia dengan makanan, minuman dan menikah yang dibolehkan Allah Subhanahu wa ta’ala, yang sebelumnya diharamkan kepadanya saat puasa. Adapun kebahagiaannya saat bertemu Rabb-nya maka ia merasa bahagia dengan puasanya saat ia memperoleh pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala secara sempurna saat ia sangat membutuhkannya, saat dikatakan : Dimanakah orang-orang yang puasa supaya mereka masuk surga dari pintu Rayyan yang tidak ada orang yang memasukinya selain mereka.
Di dalam hadits ini merupakan bimbingan bagi yang puasa, apabila seseorang mencelanya atau memusuhinya, agar ia tidak membalasnya dengan perbuatan serupa, agar tidak bertambah celaan dan permusuhan, dan supaya ia tidak lemah di hadapannya dengan berdiam diri. Tetapi ia mengabarkanya bahwa ia puasa sebagai isyarat bahwa ia tidak akan membalas dengan perbuatan serupa karena menghormati puasa, bukan karena tidak mampu membalas, saat itu terhentilah celaan dan permusuhan.
قال الله تعالى: وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ ٣٤ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْاۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ [فصلت: 35-34]
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia* Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.[Fushshilat/41:34-35]
Di antara keutamaan puasa : Ia memberi syafaat bagi yang mengerjakannya di hari kiamat. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (الصِّيام والقُرءانُ يَشفَعَانِ للعَبد يومَ القيامَةِ يَقُولُ الصِّيامُ أي رَبِّ إنّي مَنَعتُه الطّعامَ والشّهواتِ بالنَّهار فشفِّعني فيهِ ويقولُ القُرءانُ ربِّ مَنَعْتُه النّومَ بالليل فشفِّعني فيه فيُشفَّعَانِ) [رواه أحمد والطبراني]
“Puasa dan al-Qur`an memberi syafaat bagi hamba di hari kiamat. Puasa berkata : Wahai Rabb, Saya menghalanginya makan dan syahwat, maka berilah syafaatku padanya. Dan al-Qur`an berkata: ‘Saya menghalanginya tidur di malam hari maka berilah syafaatku padanya.’ Beliau bersabda: Maka keduanya memberi syafaat.”HR. Ahmad.[7]
Saudaraku keutamaan puasa tidak akan diperoleh kecuali yang berpuasa melaksanakan adab-adabnya, maka bersungguh-sungguhlah menjalankan puasamu dan menjaga batas-batasnya. Bertaubatlah kepada Rabb-mu akan kekuranganmu dalam hal itu.
Ya Allah Subhanahu wa taálla, jagalah puasa kami dan jadilah ia memberi syafaat kepada kami, ampunilah kami dan kedua orang tua kami serta semua kaum muslimin. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alahi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
[Disalin dari فضل الصيام Penulis : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penerjemah Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
________
Footnote
[1] HR. Al-Bukhari 38, Muslim 760, at-Tirmidzi 683, Ahmad 2/241
[2] HR. Muslim 233, at-Tirmidzi 214, Ibnu Majah 1086 dan Ahmad 2/400
[3] HR. Al-Bukhari 1805, Muslim 1151, at-Tirmidzi 764, an-Nasa`i 2216, Ibnu Majah 1638 dan Ahmad 2/273.
[4] HR. At-Tirmidzi 764 dan Ibnu Majah 1638
[5] HR. Muslim 1151, an-Nasa`i 2215, Ibnu Majah `638, Malik 690, dan ad-Darimi 1770
[6] HR. Ahmad 3/396
[7] HR. Ahmad 2/174, ath-Thabrani dan al-Hakim, ia berkata : Shahih menurut syarat Muslim. Al-Mundziri berkata : semua perawinya dijadikan hujjah dalam shahih
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/79734-keutamaan-ibadah-puasa.html